Panas Di Petronas
Wednesday, July 10, 2019
(lanjutan)...........ke Petronas Tower. Sangat mainstream, bukan? Ke sana naik apa? Pilihan paling gampang naik LRT. Untuk ukuran pertama kali nyoba LRT, LRT di sana cukup mudah dikuasai. Eh entah sih, kami baru nyoba rute-rute yang gak pindah-pindah jalur, jadi masih bilang gampang. Tiket berwujud token bisa didapat di vending machine.
Caranya:
- pilih transportasi yang akan dipakai. Ada LRT, MRT, Komuter, dll
- pilih rute awal dan rute tujuan
- pilih jumlah tiket yang dibeli
- pilih cara pembayaran, bisa pake kartu atau cash
- bayar lalu ambil token dan kembalian (jika ada)
Rute kami saat itu KL Sentral - KLCC. Tarifnya RM 2.40 per orang. Anak di bawah 5 tahun masih gratis. Kurang lebih 10 menit perjalanan, kami tiba di stasiun tujuan, atau stesen dalam bahasa sana. Kami tanya security arah menuju menara dan kami mengikuti sarannya. Naik tangga keluar, kami sampai di.........Suria KLCC. Di sana banyak gedung-gedung tinggi menjulang. Tapi, menara Pertonasnya dimana? Kami tanya lagi orang di dekat situ, ternyata menaranya ada persis dibelakang kami. Hahaha. AMATIR KEBELET NARSIS.
Ngapain aja di sana? Sempat terpikir untuk demo menolak hasil pemilu atau perpanjang pajak motor, tapi buat apa. Akhirnya kami melakukan aktifitas yang biasa dilakukan kaum kelas menengah ngehe. Foto-foto. Pingin sih masuk, naik ke dalam sana, tapi setelah tahu biayanya bisa buat beli kuota 3 bulan, kami urungkan keinginan itu. Cuaca di sana persis seperti timnas Perancis di piala dunia 2018, JUARA DUNIA!!. Saya yang saat itu berbusana kemeja warna gelap dibalut sweater, mendadak seperti dedek-dedek jeketi di iklan Pocari, berkeringat dari segala penjuru.
Mengingat menara yang cukup tinggi, sempat memegang rekor sebagai menara tertinggi sebelum dipatahkan Burj Khalifa, kata wiki, membuat para turis kesulitan mengambil gambar menara secara utuh. Di mana ada kesulitan, di situ ada pedagang memanfaatkan. Di sekitar menara banyak mas-mas India menawarkan sejenis lensa fish-eye. Sempat ditawari, saya lebih memilih usaha sendiri sembari nungging-nungging sebagai jalan ninja saya. Puas berfoto, jadwal selanjutnya adalah menuju ke Petaling Street atau lebih beken disebut Chinatown. LRT kembali menjadi pilihan kami, kali ini rutenya KLCC-Pasar Seni. Keluar stesen, ternyata Central Market lebih menggoda untuk dikunjungi lebih dulu. Masuk tangan kosong, keluar dompet kami yang kosong. *amit-amit. Belanja maksudmya, bukan dicopet.
Karena satu dan lain hal, rencana diubah. Chinatown kita tunda dulu. Masjid Jamek, yang sebelumnya tak masuk dalam daftar, menjadi tujuan selanjutnya. Kebetulan waktu menunjukkan pukul 17.00, sudah masuk waktu ashar. Sekadar info, waktu ashar di sana sekitar pukul 16.40 an. Karena memakai celana pendek, saya pinjam sarung. Mas-masnya nyari, dan gak ketemu-ketemu. Akhirnya saya dikasih pinjem bawahan mukena - _-. Selesai solat, kami istirahat sebentar, foto-foto, sementara Shaqil sudah tepar. Ingin melanjutkan jalan-jalan, tapi apa daya kaki-kaki ini sudah terlalu lelah untuk diajak tamasya. Akhirnya kami putuskan pulang ke hotel, karena paginya kami harus terbang ke.......... (bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments