Dilema Uang Parkir


Juni lalu, Shaqil genap empat tahun. Banyak perubahan yang terjadi. Mukul udah keras dan sakit. Tentunya. Terus sekarang udah bisa protes kalo ibu bapaknya main hp terus. Yang paling wow buat kami orang tuanya, sekarang dia makin kritis. Atau lebih tepatnya pinter ngebalik-balikin. Dia, kami ajarkan kalau nguap harus ditutup. Saat bapak ibunya nguap dan lupa nutup pake tangan, bukan kaki, sontak dia protes. Oke, skor 1-1.

Contoh lain. Saya dan istri termasuk orang yang (terlalu) perasa. Misal kalau ngeliat orang jualan. Dan sekilas sepi pembeli atau penjualnya sudah berumur, kami, walaupun gak butuh kadang beli dagangannya. Shaqil kayanya ngeliat kebiasaan kami itu. Suatu hari, kami mendapat laporan dari neneknya kalau hari itu dia banyak jajan. Malamnya kami tanya kenapa Shaqil banyak jajan hari ini. "Kasian abyy umyy yang jualannya udah tua". Hmmmmmm....oke lah 2-2.

Terakhir. Saat bayar parkir. Jika tarif parkir Rp. 1500, kami biasanya bayar Rp. 2000. Tarif 3500 dibayar 4000. Gitu lah kira-kira. Dalam hal ini kami secara sadar memberi tahu Shaqil kebiasaan ini. Sekalian mengajarkan sedekah. Suatu hari, kami bertiga keluar dari satu tempat dan tarif parkir sebesar Rp. 5000. Tak ada uang kecil, saya bayar dengan selembar uang Rp. 50000. Kembaliannya, Rp. 45000 saya ambil. Begitu keluar dari tempat parkir, dengan nada kesal Shaqil bilang, "padahal gak usah diambil kembaliannya byy, kasian".

Mendengar ucapan itu, saya dekati dia, lalu saya bisiki, "mending gak diambil apa beli Kinder Joy nih, 3 biji". Dan skor akhir 3-2 untuk kemenangan bapaknya.

2 comments